Feeds RSS

Minggu, 06 Oktober 2013

Remaja Dan Cinta



Ketika Remaja Mulai Mengenal Cinta
Pacaran adalah sebuah tugas perkembangan yang memang perlu dilalui oleh seorang remaja. Dalam pandangan Erikson, seorang ahli psikologi perkembangan, remaja perlu belajar mengenal lawan jenisnya, yang tentu saja tujuannya untuk memperluas pergaulan dan juga untuk mengembangkan pribadinya guna persiapan memasuki masa dewasa. Dengan berpacaran, mereka akan belajar bagaimana membentuk komitmen dan juga membangun tanggung jawab pribadi. Pacaran pada hakikatnya adalah proses untuk saling mengenal. Berpacaran adalah proses seseorang belajar give and take, belajar saling memberi dan menerima, serta memegang tanggung jawab. Tentu saja berbagai proses akan mereka tempuh hingga terbentuklah pemahaman yang berisi ‘saling’. Hal inilah yang tak jarang tidak dipahami banyak remaja. Bagi mereka, pacaran adalah proses bersenang-senang dan proses untuk bisa diterima sebagai pribadi yang dewasa, untuk masuk dalam dunia orang dewasa termasuk di dalamnya mengenal seks.
Beberapa Istilah Lain Yang Berhubungan Dengan Cinta.
  1. Istilah yang digunakan untuk membuat suatu hubungan agar bisa dianggap resmi adalah "Pacaran". Orang yang menggunakan istilah ini dapat menyebut orang yang dia sukai dengan sebutan "Pacar".
  2. "Cemburu" adalah prilaku marah atau lebih tepatnya tidak suka jika orang yang disukainya atau mungkin "Pacar"nya melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan seperti dekat dengan orang lain selain dengan dirinya. Istilah ini biasa diidentikkan dengan kata "Iri". Ada juga yang namanya "Cemburu Buta". Perasaan cemburu yang timbul tanpa didasari apapun atau bukti apapun.
Cara kemudian kita mendeteksi apakah pacaran kita itu cukup sehat atau tidak sehat?
     Berpacaran adalah proses yang saling mendewasakan. Tentu saja proses ini tidak akan pernah berjalan mulus, rasa cemburu, rasa ingin memiliki tak jarang membuat seseorang menjadi begitu over protective sehingga terjadi berbagai bentuk pelarangan. Semua ini akan dialami oleh para remaja tersebut hingga mereka menyadari bahwa pacaran bukanlah sesuatu yang mudah dijalani. Jika kemudian arahnya adalah kemampuan mengelola diri, memunculkan rasa tanggung jawab dan kemandirian maka pacaran telah cukup mendewasakan kita. Dalam berpacaran juga akan tumbuh rasa trust, saling ercaya yang memberikan ruang gerak dan kebebasan untuk bereksplorasi dan mendewasakan diri. Jika yang terjadi sebaliknya, sesuatu yang membuat kita merasa terkungkung, terbatasi ruang gerak dan kebebasan bahkan membatasi diri kita sendiri, maka itu bukanlah pacaran yang mendewasakan.
     Berpacaran adalah proses belajar untuk menghormati dan menghargai pasangan. Inilah yang menjadi kunci jawaban terhadap eksplorasi tentang seks. Bagi sebagian besar remaja, memberikan keperawanan dan keperjakaan kepada pasangan adalah sebuah bentuk pengorbanan dan perwujudan cinta. Namun, ini adalah sebuah bentuk nafsu yang dibalut dengan keinginan bawah sadar atau justru yang disadari untuk memanipulasi pasangan. Kenyataan inilah yang membungkamkan para orangtua dan para guru bahwa penelitian menunjukkan berapa banyak remaja dari SMP hingga SMA yang telah kehilangan keperawanan dan keperjakaan mereka. Pacaran menjadi media untuk bersama-sama belajar tentang seks dalam arti yang sesungguhnya sehingga yang muncul adalah kebanggaan karena telah selangkah lebih maju dibanding teman sebayanya. Tentu saja ini adalah pandangan yang salah. Pacaran yang menuntut hubungan badan atau sexual intercourse adalah sebuah kesalahan besar. Jika pasangan kita menuntut hal seperti ini maka ia hanya ingin memanfaatkan kita dan di dalamnya tidak ada penghormatan apalagi penghargaan.
     Berpacaran adalah proses yang membebaskan. Tak jarang rasa cinta yang begitu dalam justru membuat seseorang merasa begitu tercekam oleh rasa itu. Rasa ini kemudian dimaknai sebagai sebuah cinta yang mendalam dan tidak ada duanya. Namun, yang terjadi tak jarang justru terhambatnya rasionalitas dan objektivitas dalam berpikir dan bertindak. Rasa cinta yang begitu mecekam pada akhirnya hanya akan membuat diri sendiri tidak bisa berkutik dan bebas bereksplorasi. Rasa takut kehilangan, rasa ingin diperhatikan, dan rasa ingin selalu bertemu menjadi sebuah obsesi yang tiada ujung. Inilah yang membuat kita menjadi tidak terbebaskan karena terus-menerus dicekam oleh rasa ini. Kebebasan untuk mencintai dan mewujudkan cinta, yang bisa kita maknai sebagai cinta yang membebaskan. Pada dasarnya mencintai seseorang berarti juga memberi kesempatan bagi diri sendiri dan orang yang kita cintai untuk bebas, baik dalam bergaul maupun beraktivitas tanpa banyak kekhawatiran akan kekangan dan batasan untuk bertemu, untuk selalu merespons segala bentuk perhatian sekecil apa pun. Berpacaran adalah proses yang memberi kesempatan bagi diri sendiri untuk lebih mengeksplorasi semua kemampuan yang dimiliki yang didasari oleh kebutuhan untuk mengembangkan diri dan membebaskan diri untuk mencari jatidiri.
     Berpacaran adalah proses untuk saling mengenal. Pacaran adalah proses bagi seseorang untuk mendalami bibit, bebet, dan bobot orang yang bersangkutan, menyamakan sikap dan pandangan, mencari titik temu dari berbagai perbedaan yang ada, serta kesediaan untuk menerima segala kekurangan yang dimiliki. Dalam berpacaran juga ada makna bahwa ada penerimaan tanpa banyak syarat dan tuntutan terhadap pasangan untuk mengubah dirinya sendiri dan menjadi orang lain. Tentu saja ini tidak sehat karena mengubah diri sendiri hanya untuk menyenangkan pihak lain, bukanlah sebuah proses yang sehat. Yang terjadi adalah proses pembungkaman terhadap identitas diri dan pertumbuhan diri. Jika dalam masa tersebut ada ketidakcocokan yang mengakibatkan perpisahan, maka baiknya ini dimaknai sebagai sebuah proses yang tidak perlu disesali. Yang terpenting adalah perpisahan tersebut diputuskan bersama, dengan tanpa banyak meninggalkan luka atau bahkan trauma. Namun, yang sering terjadi adalah luka yang menimbulkan kebencian karena tidak dilakukan secara elegan dan fair.
     Pada akhirnya, jodoh ada di tangan Tuhan. Pacaran adalah sebuah proses, bukanlah tujuan akhir dari sebuah relasi. Memberi dan menerima, belajar dan melatih diri untuk menjadi lebih dewasa adalah esensi dari hubungan itu sendiri. Menunjukkan kepercayaan dan tanggung jawab kepada orangtua akan memberikan keyakinan kepada orangtua kita sendiri bahwa kita sudah siap untuk dipercaya dan pasangan kita juga bisa dipercaya. Namun, jika kita tidak mampu membuktikan kepercayaan tersebut, jangan pernah menyesal bahwa sampai kapan pun akan sulit buat orangtua kita memberikan kepercayaan kepada diri kita. Ibarat nila setitik rusak susu sebelanga.
Sumber : Th. Dewi Setyorini & Sumber Majalah Hidup


0 komentar:

Posting Komentar