Ketika Remaja Mulai Mengenal Cinta
Pacaran adalah sebuah tugas perkembangan yang
memang perlu dilalui oleh seorang remaja. Dalam pandangan Erikson, seorang ahli
psikologi perkembangan, remaja perlu belajar mengenal lawan jenisnya, yang
tentu saja tujuannya untuk memperluas pergaulan dan juga untuk mengembangkan
pribadinya guna persiapan memasuki masa dewasa. Dengan berpacaran, mereka akan
belajar bagaimana membentuk komitmen dan juga membangun tanggung jawab pribadi.
Pacaran pada hakikatnya adalah proses untuk saling mengenal. Berpacaran adalah
proses seseorang belajar give and take, belajar saling memberi dan
menerima, serta memegang tanggung jawab. Tentu saja berbagai proses akan mereka
tempuh hingga terbentuklah pemahaman yang berisi ‘saling’. Hal inilah yang tak
jarang tidak dipahami banyak remaja. Bagi mereka, pacaran adalah proses
bersenang-senang dan proses untuk bisa diterima sebagai pribadi yang dewasa,
untuk masuk dalam dunia orang dewasa termasuk di dalamnya mengenal seks.
Beberapa
Istilah Lain Yang Berhubungan Dengan Cinta.
- Istilah yang digunakan untuk membuat suatu hubungan agar bisa dianggap resmi adalah "Pacaran". Orang yang menggunakan istilah ini dapat menyebut orang yang dia sukai dengan sebutan "Pacar".
- "Cemburu" adalah prilaku marah atau lebih tepatnya tidak suka jika orang yang disukainya atau mungkin "Pacar"nya melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan seperti dekat dengan orang lain selain dengan dirinya. Istilah ini biasa diidentikkan dengan kata "Iri". Ada juga yang namanya "Cemburu Buta". Perasaan cemburu yang timbul tanpa didasari apapun atau bukti apapun.
Cara
kemudian kita mendeteksi apakah pacaran kita itu cukup sehat atau tidak sehat?
• Berpacaran adalah proses yang saling mendewasakan. Tentu saja
proses ini tidak akan pernah berjalan mulus, rasa cemburu, rasa ingin memiliki
tak jarang membuat seseorang menjadi begitu over protective sehingga
terjadi berbagai bentuk pelarangan. Semua ini akan dialami oleh para remaja
tersebut hingga mereka menyadari bahwa pacaran bukanlah sesuatu yang mudah
dijalani. Jika kemudian arahnya adalah kemampuan mengelola diri, memunculkan
rasa tanggung jawab dan kemandirian maka pacaran telah cukup mendewasakan kita.
Dalam berpacaran juga akan tumbuh rasa trust, saling ercaya yang
memberikan ruang gerak dan kebebasan untuk bereksplorasi dan mendewasakan diri.
Jika yang terjadi sebaliknya, sesuatu yang membuat kita merasa terkungkung,
terbatasi ruang gerak dan kebebasan bahkan membatasi diri kita sendiri, maka
itu bukanlah pacaran yang mendewasakan.
• Berpacaran adalah proses belajar untuk menghormati dan
menghargai pasangan. Inilah yang menjadi kunci jawaban terhadap eksplorasi
tentang seks. Bagi sebagian besar remaja, memberikan keperawanan dan
keperjakaan kepada pasangan adalah sebuah bentuk pengorbanan dan perwujudan
cinta. Namun, ini adalah sebuah bentuk nafsu yang dibalut dengan keinginan
bawah sadar atau justru yang disadari untuk memanipulasi pasangan. Kenyataan
inilah yang membungkamkan para orangtua dan para guru bahwa penelitian menunjukkan
berapa banyak remaja dari SMP hingga SMA yang telah kehilangan keperawanan dan
keperjakaan mereka. Pacaran menjadi media untuk bersama-sama belajar tentang
seks dalam arti yang sesungguhnya sehingga yang muncul adalah kebanggaan karena
telah selangkah lebih maju dibanding teman sebayanya. Tentu saja ini adalah
pandangan yang salah. Pacaran yang menuntut hubungan badan atau sexual
intercourse adalah sebuah kesalahan besar. Jika pasangan kita menuntut hal
seperti ini maka ia hanya ingin memanfaatkan kita dan di dalamnya tidak ada
penghormatan apalagi penghargaan.
• Berpacaran adalah proses yang membebaskan. Tak jarang rasa cinta
yang begitu dalam justru membuat seseorang merasa begitu tercekam oleh rasa
itu. Rasa ini kemudian dimaknai sebagai sebuah cinta yang mendalam dan tidak
ada duanya. Namun, yang terjadi tak jarang justru terhambatnya rasionalitas dan
objektivitas dalam berpikir dan bertindak. Rasa cinta yang begitu mecekam pada
akhirnya hanya akan membuat diri sendiri tidak bisa berkutik dan bebas
bereksplorasi. Rasa takut kehilangan, rasa ingin diperhatikan, dan rasa ingin
selalu bertemu menjadi sebuah obsesi yang tiada ujung. Inilah yang membuat kita
menjadi tidak terbebaskan karena terus-menerus dicekam oleh rasa ini. Kebebasan
untuk mencintai dan mewujudkan cinta, yang bisa kita maknai sebagai cinta yang
membebaskan. Pada dasarnya mencintai seseorang berarti juga memberi kesempatan
bagi diri sendiri dan orang yang kita cintai untuk bebas, baik dalam bergaul
maupun beraktivitas tanpa banyak kekhawatiran akan kekangan dan batasan untuk
bertemu, untuk selalu merespons segala bentuk perhatian sekecil apa pun.
Berpacaran adalah proses yang memberi kesempatan bagi diri sendiri untuk lebih
mengeksplorasi semua kemampuan yang dimiliki yang didasari oleh kebutuhan untuk
mengembangkan diri dan membebaskan diri untuk mencari jatidiri.
• Berpacaran adalah proses untuk saling mengenal. Pacaran adalah
proses bagi seseorang untuk mendalami bibit, bebet, dan bobot orang yang
bersangkutan, menyamakan sikap dan pandangan, mencari titik temu dari berbagai
perbedaan yang ada, serta kesediaan untuk menerima segala kekurangan yang
dimiliki. Dalam berpacaran juga ada makna bahwa ada penerimaan tanpa banyak
syarat dan tuntutan terhadap pasangan untuk mengubah dirinya sendiri dan
menjadi orang lain. Tentu saja ini tidak sehat karena mengubah diri sendiri
hanya untuk menyenangkan pihak lain, bukanlah sebuah proses yang sehat. Yang
terjadi adalah proses pembungkaman terhadap identitas diri dan pertumbuhan
diri. Jika dalam masa tersebut ada ketidakcocokan yang mengakibatkan
perpisahan, maka baiknya ini dimaknai sebagai sebuah proses yang tidak perlu
disesali. Yang terpenting adalah perpisahan tersebut diputuskan bersama, dengan
tanpa banyak meninggalkan luka atau bahkan trauma. Namun, yang sering terjadi
adalah luka yang menimbulkan kebencian karena tidak dilakukan secara elegan dan
fair.
• Pada akhirnya, jodoh ada di tangan Tuhan. Pacaran adalah sebuah
proses, bukanlah tujuan akhir dari sebuah relasi. Memberi dan menerima, belajar
dan melatih diri untuk menjadi lebih dewasa adalah esensi dari hubungan itu
sendiri. Menunjukkan kepercayaan dan tanggung jawab kepada orangtua akan
memberikan keyakinan kepada orangtua kita sendiri bahwa kita sudah siap untuk
dipercaya dan pasangan kita juga bisa dipercaya. Namun, jika kita tidak mampu
membuktikan kepercayaan tersebut, jangan pernah menyesal bahwa sampai kapan pun
akan sulit buat orangtua kita memberikan kepercayaan kepada diri kita. Ibarat
nila setitik rusak susu sebelanga.
Sumber : Th. Dewi Setyorini & Sumber Majalah Hidup
0 komentar:
Posting Komentar